MEMORI DALAM SENJA By CERIA PERTIWI

Aku memacu laju sepeda
motor dengan kecepatan sedang, menembus kabut senja yang mulai memerah
dijalanan kampus UIN Raden Intan
Lampung. Pantas saja tempat ini dinamakan kampus
hijau, karena setiap sisinya terhampar rerumputan segar dan pepohonan rindang.
Sesekali kulambatkan laju kendaraan setiap berpapasan dengan orang yang
melintas, berharap ada wajah tak asing yang bisa kusapa, namun hal itu seakan
mustahil ditengah kondisi Pandemi seperti ini ditambah lagi gelar mahasiswa yang
tak lagi merekat membuatku sadar bahwa generasi telah berganti dan banyak hal
telah berubah.
“Itu gedung apa kak?”
ujar seseorang yang kubonceng sejak tadi, jarinya menunjuk pada sebuah bangunan
besar yang barusan kami lintasi tak jauh dari pintu utama kampus UIN Raden
Intan. Bangunan tua namun tampak kokoh dengan taman dan pepohonan rindang yang
mengelilinginya.
“Itu Gedung Serba Guna,”
Ujarku kepadanya.
Seketika ingatanku
melayang pada moment berharga beberapa tahun lalu, disaat segala aktivitas masih
berjalan normal tanpa adanya pembatasan. Gedung itu adalah awal mula aku
dikenalkan dengan sebuah organisasi yang telah memberikanku kesan begitu
berarti. Tentang
gema takbir yang memekik diiringi retorika indah yang menyejukkan hati, bunga
kertas yang bertaburan disetiap sisi, serta jalinan ukhuwah yang enggan pergi.
Bapinda namanya, salah satu organisasi yang aku geluti selama juangku dikampus
ini. Bangunan bersejarah yang telah mempertemukan aku dengan orang-orang yang
tidak semua memiliki masa lalu yang baik namun komitmen berusaha untuk meraih
masa depan yang lebih baik, disana juga kami pernah berjuang mengobarkan api
semangat jihad yang penuh tantangan dalam balutan ukhuwah yang tak pernah terganti.
Setelah beberapa
saat kuputuskan untuk berhenti pada satu titik, disudut yang dulu biasa aku singgahi
tiap sore sepulang kuliah, menyambangi matahari yang hendak pulang ke peraduan.
Sore itu tidak seperti biasa, embung UIN Raden Intan sepi sunyi, tidak ada lagi
halaqoh yang biasa kuhadiri, ataupun
senandung tilawah kader-kader militan Bapinda yang hadir memenuhi sisi embung.
Tahun ini spesial,
hal yang belum pernah kutemui sebelumnya, berkat hadirnya makhluk baru yang
Allah turunkan bernama covid-19 yang entah dari mana asalnya. Kampusku yang
dahulu ramai kini seakan tak bertuan. Semua kegiatan belajar mengajar beralih
ke online, bahkan wisuda dan
pengenalan kampuspun digelar secara online.
Para pembelajar dituntut untuk tegar menghadapi segala kondisi sehingga hati
mereka terbiasa untuk kuat dalam menghadapi tantangan di kemudian hari.
Kualihkan
pandangan pada sosok yang bersamaku seharian ini. Maba katanya, mahasiswa baru
di tahun spesial. Dia yang memintaku singgah kemari untuk sekedar menemaninya memantapkan
hati, entah apa yang ada dalam pikirannya ditengah kondisi seperti ini,
bersyukur, bahagia atau malah sebaliknya, yang pasti matanya tajam memperhatikan
setiap detail pemandangan di pinggir embung sore itu seolah mengisyaratkan
bahwa ia siap bertempur di kampus hijau ini bagaimanapun situasi dan keadaannya.
“Sebentar lagi gelap,” ujarku
padanya.
“Yuk kita pulang saja kak,”
ujarnya padaku.
Kami bangkit beriringan,
kemudian bergegas memacu kendaraan di bawah hamparan langit yang mulai menghitam,
sibuk dalam harapan masing-masing sembari berdoa agar semua ini segera berakhir.
Penulis: Ceria Pertiwi
Baguuuuuuuus 👍
BalasHapusAku suka alur diksinya 😍